Jumat, 11 Maret 2016

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Balada Sakit Hati: Punya Perasaan Itu Manusiawi

Tidak sedikit yang mengeluh bagaimana cinta membuat individu muda merasa tidak berharga dan tidak berdaya. Tidak sedikit juga di antara mereka yang merasa kalo terlalu melankolis itu (apalagi gara-gara cinta) adalah suatu hal yang memalukan. Dari kasus ini timbul pertanyaan dalam benak saya, "SIAPA YANG BILANG BEGITU?"

Sakit hati itu tidak mengenal usia. cinta ditolak, kasih tak sampai, diam melongo berusaha mengikhlaskan dia dengan yang lain tanpa tahu perasaan orang itu yang sebenarnya ke kita karena kita gak mau nyatain perasaan kita. Ada yang menarik dari hal ini, ketika cinta ditolak, kita dibuat benar-benar malu dan harga diri kita anjlok padahal sebenarnya TIDAK SEPARAH ITU. kita juga harus menghargai mereka yang berhasil kita bikin bingung bukan kepalang karena kalimat, "aku suka kamu" atau "aku cinta kamu". sebagai individu yang tidak terlatih untuk dihormati, dihargai, dan dicintai orang lain, kalimat sakral "aku suka kamu" dan "aku cinta kamu" itu benar-benar membuat kita bingung bukan main. Lalu sosial bertindak sebagai penindas bagi mereka yang tidak berhasil mengambil alih hati yang terkasih. kita terbiasa dimaki karena kita dianggap gagal bila kita memberanikan diri untuk menyatakan perasaan kita kepada yang terkasih. kita dituntut untuk bermain sihir dengan orang lain mulai dari tetap diam menyimpan harap untuk dihubungi lebih dahulu hingga menahan air mata ketika yang terkasih itu tidak menangkap sinya-sinyal yang kita lontarkan.

Dalam kasus tak sampai, biasanya individu cenderung memilih diam-diam horror mengamati yang terkasih dari kejauhan sambil berharap bahwa ia bisa menjadi yang terkasih juga bagi target, lalu ketika yang target memilih orang lain, individu tersebut merasa gagal dan tersiksa. KAMU TIDAK GAGAL KARENA KAMU BELUM BERTINDAK! kriteria bertindak di sini adalah ketika kita melakukan sesuatu untuk yang terkasih dan ia tahu itu, bukan yang diam-diam creepy macem stalker. stalking itu creepy dan gak keren.

Punya perasaan itu sangat manusiawi, gak masalah sesekali kamu nangis gara-gara kamu merasa tersakiti. gak masalah kamu mendadak emosional. gak masalah kalo kamu ngerasa kangen seseorang atau momen, gak masalah. jangan karena kamu gak mau dicap "lenjeh" lalu kamu sok kuat padahal dalem hati udah tercabik-cabik. Merasa sakit hati dan kehilangan itu manusiawi, kok. Cinta juga gak mengenal gender, laki-laki boleh jatuh cinta dan begitu pun perempuan. brengsek juga gak mengenal gender, jangan karena kamu perempuan terus kamu ngerasa sakit hati itu jatah kamu, no, laki-laki juga punya perasaan. jangan karena kamu laki-laki terus kamu ngerasa friendzone itu jatah kamu, no, perempuan juga bisa kena friendzone.

Satu lagi, MOVE ON ITU NYATA ADANYA. ya, semua gak akan sama kayak semua tapi gak sama itu bukan berarti memburuk kan? bisa aja membaik, kan? dan please, kalo kamu abis nolak orang, percayalah dia bisa move on dari kamu, so, kamu gak usah sok menjauh takut dia gak bisa move on, dia baik-baik aja.

PS: siapapun di antara kamu yang bikin trend "kode", saya harap kamu dapet tempat paling asoy di NERAKA, iya di neraka, karena kamu udah bikin susah segala macam pihak dan kamu tidak sepantasnya bangga akan perilaku kamu.

Kamis, 06 Agustus 2015

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Akhirnya Kepikiran Soal Nikah

Setelah sekitar 23 tahun hidup, teman-teman sekolah saya satu per satu mulai menikah, sebagian teman saya yang lain mulai kesal ketika ditanya “kapan kawin?” oleh keluarganya, dan tidak jarang pula saya melihat posting-an teman saya yang sebegitu berharapnya untuk bisa menikah.

Bagi saya, menikah adalah suatu hal yang serius karena menyangkut sisa hidup saya hingga saya wafat nanti. Banyak akun-akun yang konon katanya merupakan akun resmi di jejaring-jejaring sosial yang menurut saya begitu sibuk mengampanyekan “ayo kawin muda!” mulai dari menggembargemborkan sisi biologis (dalam hal ini pasti perempuan yang salah karena “jam biologis”), sosial, bahkan agama.

Awalnya saya kurang peduli karena saya merasa pendidikan dan pekerjaan yang lebih penting dari sekedar membangun keluarga, saya merasa banyak hal yang harus saya raih sebelum saya harus berbagi kehidupan dengan orang lain, namun akibat menonton dua buah serial TV yang saya sukai ceritanya, saya mulai memikirkan bagaimana kalau saya menikah nanti.

Penyebab utama orang menikah, menurut saya, bukan karena cinta tapi lebih karena tekana sosial yang diterima. Pasti capek lah kalau setiap bertemu anggota keluarga dan mereka tahu kalau kita belum nikah lalu terlontar lah pertanyaan “kapan nikah?”, belum lagi melihat satu per satu teman yang berkeluarga. Sejujurnya saya lebih iri kepada teman yang sukses di bidang pekerjaan dan pendidikan tapi saya juga gerah dengan pertanyaan “kapan nikah?”. Berkat kedua serial TV tersebut saya berpikir bahwa saya ingin berkeluarga murni atas keinginan bersama (saya dan pasangan saya), bukan karena tekanan sosial, bukan karena sunnah nabi, bukan karena masalah jam biologis, bukan karena pahala atau halal atau haram, bukan karena agar ada yang menurus saya, atau apa pun, tapi murni karena kami memang ingin hidup bersama sampai Tuhan memisahkan.

Persetan kata mereka yang bilang kalau tidak perlu mapan untuk menikah. Saya tidak mau anak saya merasa kurang bahagia dan kebutuhannya tidak sepenuhnya terpenuhi. Saya mau yang terbaik untuk keluarga saya. Persetan pula yang bilang kalau kita masih bisa menikmati masa muda meski sudah menikah. Saya ingin membahagiakan diri saya sendiri sebelum saya membahagiakan orang lain.

Belum lagi pertarungan antara “Ibu yang bekerja” dan “Ibu rumah tangga”. Bullshit-nya tidak habis-habis. Sejujurnya saya pribadi belum bisa memutuskan akan jadi ibu yang mana, yang bekerja atau yang di rumah, semua tergantung keadaan kan? Yang pasti saya tetap wajib punya penghasilan sendiri. Saya tidak tahu seperti apa rencana Tuhan, saya tidak tahu sampai kapan pasangan saya bisa menafkahi saya dan keluarga saya. Saya hanya ingin yang terbaik untuk keluarga saya dan saya tahu kalau cinta tidak bisa membiayai semuanya.


dan nikah model Game of Thrones ini adalah ide yang bagus,
mempelainya duduk di Iron Throne.
Lagi pula, mengapa semua harus terburu-buru? Mengapa kita harus menghakimi mereka yang memiliki prioritas berbeda dengan kita? Mengapa semuanya menjadi semacam balapan? Apa pengaruhnya ke hidup kalian?

Minggu, 07 Desember 2014

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

1920: Sebuah Era Hidupnya Sekar

Berhubung mayoritas umat (termasuk emak-bapak) bilang bahwa saya adalah manusia tak bertanggung jawab, pemalas (ini bener pisan), egois, dan gak bisa ngatur waktu + prioritas, maka dengan cerdasnya, saya ngelamar kerja di 1920 Barber & Bar deket kampus sebagai seorang BARTENDER! Dengan ilmu dan skill yang minim saya nekat. 2 kali ngelamar, pertama ditolak, lalu daftar lagi dan diterima, dengan janji di lamaran yang kedua, janji sama Tuhan kalo BOS SAYA GAK AKAN KECEWA SAMA SAYA! sekarang bahas pas udah keterima kerja aja deh.
alkisah saya merasa begitu bokek dan butuh suntikan dana lebih, gak mungkin minta orang tua karena emang udah berjatah gitu uang saya. Lalu bagusnya saya keterima kerja jadi bartenderdi deket kampus. part time ceritanya. Modal saya cuma bisa sepik (dan ternyata skill ini berguna buat jualan), anak psikologi (yang curhat banyak lho), dan bisa masak, faktanya skill masak cuma kepake buat bikin sirup minuman. udah cuma itu yang saya bisa. daftar kerja di sono buat orang macem saya itu 100% NEKAT! untung pak bos menerima saya...

i love you, pak bos...
hal yang bisa bikin saya panik itu sebenernya adalah ada di lingkungan baru dan ketemu orang baru, kerjaan model begini nuntut ketemu orang baru terus. dengan prinsip hidup "Fuck This Shit!" jadi gue jalani semuanya dan persetan dengan perkara saya males ketemu orang baru. saya butuh uang walau sedikit dan saya butuh kerjaan, nganggur bikin saya gila. 

setelah dijalanin ya ternya gak seburuk itu ah, gak seburuk yang saya pikir, saya malah jadi belajar banyak di sana. saya belajar cara bikin semacem kontrol stok barang di excel dan daya mempertanyakan keberadaan jiwa saya pas mata pelajaran TIK waktu SMP dulu. hebatnya saya merasa begitu dihargai di tempat itu, ya mungkin karena jarang ke dunia lkuar jadi gak tau deh pendapat dunia luar tentang saya gimana.

awalnya ya saya mikirin gaji tapi lama-lama saya dapetin sesuatu yang lebih dari gaji, ILMU. gak kepikiran buat bisnis selain buka warung soto di Maribor, Slovenia, nah sejak kerja di sono, saya dapet banyak ide bisnis, tinggal cari modal dan dijalanin aja..... abis skripsi kelar biar gak keteteran kayak kemaren-kemaren.... dan setelah kerja gak mikir gaji itu saya merasa lebih bahagia lagi.
Kalian sok tau!
"anak psikologi kok jadi bartender?", ya saya dapet pertanyaan itu banyak banget. sebelum jadi bartender, saya juga pernah jadi editor majalah, emang tipikal orang yang pingin nyoba baerbagai profesi gitu, persetan dengan jurusan, biar wawasan makin luas dan gak mentok lah otaknya di situ-situ aja. lalu yang nanya begitu sok mengait-ngaitkan kata "Bartender" dengan kata "Psikologi", "buat nanganin pelanggan curhat ya?", padahal jarang banget ada yang curhat, kebanyakan cuma rumpi asik dan saling bercanda aja.

pas kerja di sono saya dikenalkan dengan teknologi bernama POMADE dan VAPORIZER. Pomade adalah sejenis minyak rambut, waktu dikenalin sama apa itu pomade saya langsung googling dan belajar soal pomade, kalo soal si vaporizer itu emang tau dari dulu dan pingin beli gitu cuma gak ngerti juga kalo itu bisa diotak-atik. intinya..

setelah sekian bulan kerja, saya belajar banyak banget. jadi ngerti kalo ternyata saya gak seburuk itu, gak seberantakan yang saya rasa dan orang bilang. masih bisa ketolong lah hidupnya, sekarang tinggal gimana caranya saya bisa makin berani ngelawan rasa takut dan berani angkat pantat dari zona aman. pertahankan motto hidup "Fuck this shit!" karena itu bikin saya merasa masa bodo dengan semuanya dan saya ters maju, terus berusaha untuk jadi sebaik mungkin. 

dan yang paling penting, kalo gak keluar dari zona aman, saya gak akan ketemu "The Rising Sun" alias si "Matahari Terbit"karena doi berhasil menerangi gelapnya otaknya si Sekar. ya kalo kata ByeAlex "Kedvesem" lah! eaaaa.....

Terima kasih atas segala macam kerja samanya, kalian super awesome dan mega-fabulous. sekarang jabatan saya ada di recurring cast yang muncul cuma sebagai bintang tamu di kehidupan 1920 Barber & Bar, kalian super awesome lah!



Senin, 20 Oktober 2014

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

You Are My Rising Sun

Setelah sekian lama saya hanya berdoa agar kamu selalu sehat, bugar, bahagia, sejahtera, aman, tentram, dan makmur sampe saya lupa sama kemakmuran dan keamanan saya sendiri, akhirnya saya berdoa dengan kegeoisan yang membakar seluruh jiwa raga saya. Saya sujud gemetar sambil berdoa, “Ya Allah, tolong jangan bawa dia pergi, aduh, saya masih mau sama dia, tolong jangan bawa dia pergi dari hidup saya dulu, gak sanggup ih, gak sanggup pisan.”. seumur hidup, baru kali ini saya ngerasa takut kehilangan, takutnya bukan main pula.padahal mah kalo dia gak ada ya biasa aja, cuma gak tau kenapa ngerasa gak sanggup.

Dia membuat saya merasa lebih bahagia dari biasanya, gak tau kenapa, seneng aja gitu liat dia. Dia berhasil membuat saya merasa begitu rendah karena dia begitu cerdas sampe saya menemukan semangat baru untuk belajar lebih banyak. Cukup tau dia baik-baik aja, itu udah bikin saya bahagia bukan main.

Sebelumnya, hidup saya monoton, asik sama dunia sendiri, semacam agak menolak dunia luar sana, terus dia muncul mengenalkan satu dunia yang sempat saya singgahi tapi saya tinggalkan, dia membuat dunia itu menarik kembali. Dunia yang saya tinggalkan karena saya merasa tidak ada yang mengerti saya dan dunia itu maka saya beralih ke dunia yang lain walau sesekali saya rindu dan mengintip kembali dunia itu. Dia datang bagai anggota MLM menawarkan dunia itu kembali. Setiap hari saya bersyukur karena Gusti Allah udah ngasih dia dalam hidup saya.

Semakin saya terbuai dengan kehidupan saat ini semakin saya menolak kalau dia hanyalah sementara. Waktu pun akhirnya menampar wajah saya sekerasnya, saya sadar, akhirnya. Biasanya saya sangat menikmati semuanya hingga akhirnya saya merasa ini semua jangan sampai selesai. Saya terlalu bahagia bersama dia tapi bagus lah cuma ya…


Tolmachevy Sisters -- Shine
Setiap malam datang, rasanya begitu menyesakkan. Kenapa? Karena itu tandanya berkurang sudah waktu saya dan dia untuk bersama, ini lebih kejam dari pada deadline tugas laporan atau skripsi sekalipun. Dia bagai matahari yang terbit di dalam hidup saya karena memang saya kebanyakan terlelap di dalam apa yang saya sebut “tujuan hidup”. Dia bagai dosen pembimbing yang bikin saya merevisi hidup saya. Entah manusia macam apa dia sampai bisa membuat saya seperti ini dan saya melakukan semuanya dengan senang hati. Tapi semua akan selesai cepat atau lambat. Saya hanya bisa berharap kalau semuanya tidak hanya sampai di sini. Saya hanya bisa berharap kalau dia akan selalu memotivasi saya untuk menjadi lebih baik, mungkin dia tidak sadar akan hal itu tapi dia melakukannya. Ah, saya tidak pernah merasa begitu takut, saya hanya bisa berdoa untuk dia. Sialan.

Senin, 29 September 2014

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

I'm Screwed

Dari kecil selalu diajarin buat selalu bisa mandiri, tidak bergantung dengan orang lain, dan kebahagiaan itu muncul karena diri sendiri, bukan orang lain. Beberapa tahun terakhir saya hidup bak di neraka. Begitu banyak masalah dan begitu banyak rasa sakit yang saya terima. Perlahan saya menerima neraka itu dan mulai “berteman” d
engan api yang membakar tubuh saya. Saya merasa tak ada akhirnya, saya pun selalu berdoa dan berusaha menerima setiap rasa sakit yang datang. Kehilangan seseorang yang saya pikir dia adalah penyelamat hidup saya, menikmati setiap fantasi dan membayangkan pintu surga di dalam neraka.
Siksaan baik secara fisik mau pun psikis perlahan melatih saya untuk bisa lebih “bersahabat” dengan keadaan. Ya, setiap langkah, setiap nafas, setiap getaran suara, dan setiap hembusan angin, saya bersyukur bahwa saya bisa menikmati itu semua. Kebahagiaan dimulai dari diri sendiri bukan? Saya menikmati setiap tugas yang banyak walau kadang saya merasa bosan menatap layar, saya menikmati setiap suara di sekitar saya terutama setiap musik yang saya dengarkan, saya menikmati setiap film atau serial TV dan setiap buku yang saya baca, saya menikmati setiap imajinasi yang sudah mempercerah hidup saya. Saya merasa bahagia. Neraka ini seakan telah menjadi rumah bagi jiwa saya. Lalu dia datang dalam hidup saya.
Ia sangat cerdas, tampan, mau bekerja keras, dan menyenangkan. Wawasan kami tidak sama tapi saya selalu ingin berbincang karena saya merasa ia bisa memperluas wawasan saya. Saya merasa bahagia dengan hidup saya dan saya merasa ingin bahagia bersama orang itu. Saya mensyukuri setiap detik atas kehadirannya dalam hidup saya, setiap senyum, setiap sapa, dan setiap ilmu
yang ia berikan. Ibarat sebuah rumah, rumah saya duah begitu indah dengan semua aspeknya, tamannya, pagarnya, atapnya, namun dia seakan menjadi cat yang membuat rumah saya lebih berwarna, cat yang mewarnai setiap ruangan yang nyaman menjadi terasa lebih ramai.
Maybe by Valentina Monetta
Entah apakah ia merasakan hal yang sama dengan saya atau tidak tapi saya tidak bisa membohongi diri sendiri karena saya benar-benar merasa lebih bahagia. Tidak menutup kemungkinan bahwa akan ada orang lain yang akan memberi saya kunci surga atau paling tidak bilang, “surga ada di sebelah sana". Saya tidak mau terlalu optimis dengan orang ini, hanya dengan mengenalnya saja saya sudah merasa beruntung. Kalaupun dia hanyalah akan menjadi sebuah angin penyejuk di dalam neraka, saya akan menikmati setiap hembusannya. Kalau dia yang akan menunjukkan saya di mana pintu surga itu, saya harap bahwa saya juga memegang kunci surga untuknya.

Selama ini, setiap saya menyukai seseorang, rasanya begitu menyiksa namun dengan dia saya merasa biasa saja bahkan bahagia. Tak terpikir bahwa saya harus memilikinya, saya hanya bisa bersyukur di setiap pertemuan atau walau hanya mendengar namanya. Saya harap, saya bisa selalu bersyukur kepada Tuhan atas dirinya. Mungkin ini yang disebut masuk neraka demi menemukan pintu surga karena saat ini neraka yang saya tempati perlahan berubah menjadi lebih terang, sejuk, dan menenangkan.


Minggu, 17 Agustus 2014

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Serial Oke: The Fosters

The Fosters. Alkisah seorang anak perempuan berusia 16 tahun, Callie, dia kena masalah karena ngancurin mobil bapak angkatnya yang jahat pake tongkat baseball. Callie dibawa ke penjara anak-anak dan akhirnya bebas dengan jaminan, dia digebukin di dalem penjara soalnya. Dapat lah Callie ini keluarga baru, Keluarga Foster. Keluarga Foster ini bukan keluarga biasa, Stef Foster yang berprofesi sebagai polisi dan Lena Adams yang berprofesi sebagai wakepsek di sekolah, mereka ini pasangan lesbian. Dalam keluarga ini ada 3 anak, Brandon (16 taun, anak biologis Stef di pernikahan sebelumnya), Jesus dan Marianna (15 taun) si kembar yang diadopsi waktu mereka masih kecil.

Konflik di serial ini lebih ke bagaimana Callie beradaptasi di keluarga barunya ini dan bagaimana dia bisa ngebawa Jude (13 taun), adeknya, ke dalam keluarga barunya ini.

Gak cuma mentok di situ, serial ini juga ngebahas tentang kehidupan remaja, anak asuh, pasangan gay. ada di salah satu episode yang paling menarik buat saya di mana Jude ke sekolah pake cat kuku punya Marianna dan sampe sekolah, dia ditindas sama anak laki-laki lainnya. Callie udah bilang kalo lebih baik Jude gak pake cat kuku ke sekolah tapi dia ngeyel. setelah mengalami penindasan di sekolah, dia nyoba bersihin jarinya di rumah, Lena datang dan ngasih nasihat kalo gak semua orang gak bisa nerima hal ini, Jude boleh pake apapun yang dia mau tapi dia harus lihat keadaan, bisa gak orang lain nerima perilaku dia. Lena ngasih contoh dengan kalo dia di luar rumah, dia pingin cium atau megang tangan Stef di luar rumah, dia gak bisa sembarangan ngelakuin itu, dia harus tahan karena gak semua orang bisa terima perilaku seperti itu. ada juga bagian ketika Jude cemburu sama temennya, Connor, yang mau jalan sama cewek di kelasnya. Lena ngasih nasihat kalo wajar kita cemburu sama temen sendiri yang punya pacar, gak masalah asal gak berlebihan.
bisa dilihat emang Lena yang lebih megang peranan sebagai seorang "ibu" di sini tapi gak mentok di situ karena ada beberapa saat di mana Stef justru yang lebih keibuan dan Lena yang lebih kebapakan. di serial ini lebih nunjukkin kalo keluarga itu gak mesti karena DNA yang sama tapi lebih ke siapa yang ada buat kita di saat kita dalam keadaan terbaik atau terburuk sekalipun. 

terlihat banget pelan-pelan Callie dan Jude merasa diterima dan merasa jadi bagian Keluarga Foster ini. peranan "Bapak" keluarga emang lebih diambil Brandon dan Jesus tapi juga dibantu Mike, mantan suami Stef, bapaknya Brandon. Bapaknya Stef yang kristen taat juga ngisi warna keluarga ini di mana dia kerja keras untuk nerima keluarga anaknya yang bisa dibilang "menyimpang". intinya serial ini menceritakan tentang keluarga dari berbagai sudut pandang. keren sih, beberapa episode bisa bikin kita kelojotan dan nangis bombai. akting pemainnya pun bagus. recommended lah! 
Jesus, Marianna, Stef, Jude, Lena, Brandon, Callie
0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Saya Wanita, Saya (Juga) Manusia

Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Kesamaan hak yang gimana sih? mungkin sebagian dari kalian belom tau kalo di beberapa negara, pria dan wanita belum setara secara ekonomi, politik, pendidikan, dsb. banyak wanita belom boleh ikut pemilu, gaji wanita lebih rendah dari pada pria walaupun menempati posisi yang sama, dll.

Banyak yang menganggap kalo feminisme itu benci laki-laki atau wanita pingin lebih superior dari laki-laki padahal ITU SALAH BESAR! kita cuma mau setara, bukan di atas atau di bawah, bukan di depan atau di belakang, kita sejajar. feminisme ini menuntut kerja sama antar gender untuk membuat kehidupan yang lebih manusiawi. laki-laki itu manusia, wanita juga manusia. entah apa yang membuat masyarakat seakan takut dengan kata "feminisme" ini.

ada yang bilang kalo feminis itu bikin wanita males nikah dan punya anak, buka aurat, seks bebas, dsb. padahal itu pilihan individu. nikah, anak, aurat, dan segala antek-anteknya itu pilihan individu. lagi pula, buat apa feminis capek-capek ngajarin anak perempuan untuk pake baju lebih sopan kalo kita pingin buka aurat? buat apa seorang feminis berjuang, berusaha jadi pendamping yang baik buat pasangannya kalo feminis itu bikin males nikah? buat apa feminis bikin gerakan biar ibu-ibu mau ngasih ASI ke anaknya kalo feminis itu bikin males punya anak? semuanya pilihan. memang ada feminis yang lebih milih kerja dari pada nikah dan punya anak tapi ada juga yang sebaliknya.

setara, kita bisa menjadi mandiri dan berdiri untuk diri kita sendiri. ketika hidup gak bisa bergantung dengan siapapun, kita dituntut untuk lebih mandiri. pria boleh sekolah, wanita juga. pria boleh kerja, wanita juga. pria boleh kongkow sama temen-temennya, wanita juga. semudah itu. sebaliknya, wanita boleh di rumah ngurus anak, pria juga boleh. wanita boleh masak dan menari, pria juga boleh. wanita boleh menangis, pria juga boleh. SETARA.

saling melengkapi antar gender, ada beberapa hal yang wanita lebih bisa lakukan dari pada laki-laki dan begitu pula sebaliknya. ketika seorang wanita mampu melakukan sesuatu yang cukup berat, dia tidak maskulin, dia hanya lebih kuat dari yang lain. sama kayak pria yang agak lebih halus, dia bukan banci, dia hanya lebih sopan dari pria yang lain. itu lah feminisme. kami berbicara tentang kesetaraan, bukan melebihi, itu yang membuat kami hina di mata sebagian masyarakat?


Jumat, 06 Juni 2014

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

Balada Kuliah: Blue is the New Orange

Jadi gini, choy, kemarenan kan saya ada kuliah (gak kuliah sih, bantu dosen ambil data buat penelitian doi tapi kedoknya kuliah) di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Wanita Kelas IIA Bandung. Tempatnya lumayan jauh dari Jatinangor jadi a
gak berjuang juga untuk sampe TKP dengan tepat waktu. Berhubung kita berstatus mahasiswa dan bu dosen juga sering nugas di sana jadi petugas Lapas juga lebih mudah memasukan kita ke dalam, tetep pake surat izin sih tapi gak dipersulit. Saya kebagian ambil data untuk petugas bina sarana kerja gitu tapi berhubung baru dibuka koperasi dan lagi pada sibuk (jujur, masuk ruangan aja udah pusing liat mereka kalang-kabut kerja) jadi nunggu mereka makan siang dulu, selama nunggu, saya bantu kelompok lain ambil data. Kali ini saya ambil data untuk bapak yang jaga pintu Lapas.
Berhubung si bapak yang jaga pintu agak sibuk juga jadi saya bacain kuesionernya terus beliau jawab, saya yang contreng jawaban beliau. Si bapak ini demen banget bercanda, saya dibercandain abis-abisan tapi lumayan lah, hiburan. Pas ditanya agama, si bapak jawabnya, “Islam sih, KTP tapi”, selama proses pengisian, si bapak santai banget, dia berulang kali bilang “syukurin aja”. Kuesionernya tenang stress gitu dan si bapak bilang dia jarang banget ngerasa stress. Dia bilang, “syukuri aja sih semua yang saya punya, makanya saya jarang stress”. “aduh eneng pinter yah, kalo udah selesai kuliah, ilmunya dibagi ya ke orang lain, kalo pinter jangan sendirian”, kata si bapak jaga pintu. Terus saya bales, “kalo bagi ilmu kan pahalanya ngalir gak berhenti, bener tuh, pak”. Daaaaaan si bapak bilang, “Hus! Jangan mikirin pahala, beramal yang ikhlas donk, neng, kok mikirin pahala? Gak ikhlas donk. Iya kalo dapet”. Ngek! Saya berasa digamparin bolak-balik pake pintu penjara ama si bapak.
Sebenernya dari kecil emang diajarin untuk melakukan apapun dengan ikhlas. Ibadah, beramal, sekolah, semua harus ikhlas, gak usah ngarep pahala atau yang lain karena Tuhan masih ngasih waktu untuk hidup dengan sejahtera aja udah bagus tapi entah mengapa saya gak sadar kalo akhir-akhir ini saya agak brengsek. Ngaji, solat, beramal, senyum, semua cuma kepingin dapet pahala dari Tuhan. Ibu juga sering bilang, “Udah kamu jadi dosen aja, pahalanya gak akan berhenti ngalir walaupun kamu udah mati”. Sempet mau nurut sama ibu dengan alasan “Pahala” sih. Tapi setelah mendengar perkataan si bapak penjaga pintu lapas, saya berasa kayak abis digampar pake pintu masuk Lapas yang dari besi dan tebel banget pula. Abis itu cuma bisa istighfar, minta maaf sama Gusti Allah gegara lupa untuk ikhlas. Sebagai orang yang bertaun-taun sekolah dakwah dan agama, gue merasa gagal karena sempet lupa sama filosofi beribadah yang gue pegang dari kecil, IKHLAS. Pantesan saya agak stress akhir-akhir ini.
Setelah selesai sama si bapak, saya keliling kantor Lapas buat nyebar kuesioner. Setelah semua selesai, bu dosen berbaik hati ngajakin kita “tur” keliling lapas. Jadi, lapasnya itu terdiri dari 2 gedung, anggrek dan cempaka. Anggrek itu pake seragam kaos biru, anak baru gitu. Cempaka buat yang udah lamaan, kaosnya ijo sama kuning, ada juga yang pake baju putih, itu buat yang udah lamaan lagi dan mulai kerja di kantor Lapas. Sekilas gedungnya kayak sekolahan, ada lapangan, ruang kesehatan, perpus, tempat ibadah, dll. Sel diisi sama sekitar 5-10 orang, yang HIV disatuin dalam 1 sel. Pembagian sel berdasarkan kasus, 70% yang ada di situ, kenanya kasus narkoba. Pernghuni Lapasnya cantik-cantik, dandan, tampangnya seger (dilarang merokok soalnya, jadi gak kucel), bener-bener titik dimana mereka punya kehidupan baru. Jauh dari kesan “Penjara” yang biasa kita liat di TV. Mereka bener-bener dibina untuk bisa kembali ke masyarakat dan gak ngulangin kesalahan yang sama. Keren lah.
Tiap sel, ada WC di dalemnya, katanya biar napi gak mondar-mandir jadi sekali pintu ditutup, yaudah, gak keluar lagi. Kosan saya aja kamar mandinya di luar. Liat Lapas bikin ngerasa kalo tempat itu jauh lebih bagus dari pada kosan saya tapi seburuk apapun kosan saya masih lebih baik daripada Lapas. Saya punya apa yang mereka gak punya, KEBEBASAN. Saya sebagai mahasiswi, memang hidupnya mirip napi. Kuliah-kosan, keluarga jarang jenguk, uang jajan mingguan pake ATM, napi pake deposit atau semacem buku tabungan, jadi kalo jajan di koperasi, mereka tinggal ambil dan nanti dikurangi depositnya, di sana uang gak boleh beredar, ada jam malam di kosan, ya beda tipis lah sama napi tapi saya punya KEBEBASAN. Saya masih ada pilihan untuk ikutin gaya hidup mahasiswa yang macem penjara atau gak, sedangkan napi gak punya pilihan itu.
Saya dan mereka sama-sama sedang dipersiapkan untuk masuk ke masyarakat setelah masa “tahanan” berakhir. Saya kuliah, mereka les bahasa inggris gratis sama relawan bule. Saya praktikum, mereka dikasih pendidikan untuk bersikap. Saya nonton serial TV tiap malem, mereka nonton drama korea untuk melatih emosi (tiap sel ada TV dan DVD player, sama kayak kamar kosan saya). Beda tipis lah jadi mahasiswa sama napi. Dan saya juga ketemu orang yang biasa saya liat di TV atau berita di twitter. Yang nipu asuransi plus udah oplas abis-abisan sama yang nabrak pejalan kaki pake mobil.

Setelah selesai “kuliah” saya mikir, masuk penjara itu bukan hukuman tapi sebuah pembinaan. Penjara bukan untuk mereka yang “jahat” tapi mereka yang membutuhkan bantuan tapi mereka gak sadar kalo mereka butuh bantuan sampe akhirnya mereka dijeblosin ke sana. Kita semua melakukan tindak kriminal apapun, sama kayak mereka, bedanya mereka lebih “apes” jadi ketangkep dan dibina duluan. Mahasiswa sama napi sama-sama lagi dibina untuk “nyemplung” ke masyarakat, cuma lokasinya aja beda dan mahasiswa itu pingin dibina makanya masuk perguruan tinggi, napi itu ditangkep untuk dibina (gak sesuai keinginan). Sistem Lapasnya bagus, mereka gak dihukum tapi dibina. Kagum lah sama sistemnya, manusiawi banget tapi tetep tegas, mirip sekolah asrama. BRAVO!