Kamis, 06 Agustus 2015

Akhirnya Kepikiran Soal Nikah

Setelah sekitar 23 tahun hidup, teman-teman sekolah saya satu per satu mulai menikah, sebagian teman saya yang lain mulai kesal ketika ditanya “kapan kawin?” oleh keluarganya, dan tidak jarang pula saya melihat posting-an teman saya yang sebegitu berharapnya untuk bisa menikah.

Bagi saya, menikah adalah suatu hal yang serius karena menyangkut sisa hidup saya hingga saya wafat nanti. Banyak akun-akun yang konon katanya merupakan akun resmi di jejaring-jejaring sosial yang menurut saya begitu sibuk mengampanyekan “ayo kawin muda!” mulai dari menggembargemborkan sisi biologis (dalam hal ini pasti perempuan yang salah karena “jam biologis”), sosial, bahkan agama.

Awalnya saya kurang peduli karena saya merasa pendidikan dan pekerjaan yang lebih penting dari sekedar membangun keluarga, saya merasa banyak hal yang harus saya raih sebelum saya harus berbagi kehidupan dengan orang lain, namun akibat menonton dua buah serial TV yang saya sukai ceritanya, saya mulai memikirkan bagaimana kalau saya menikah nanti.

Penyebab utama orang menikah, menurut saya, bukan karena cinta tapi lebih karena tekana sosial yang diterima. Pasti capek lah kalau setiap bertemu anggota keluarga dan mereka tahu kalau kita belum nikah lalu terlontar lah pertanyaan “kapan nikah?”, belum lagi melihat satu per satu teman yang berkeluarga. Sejujurnya saya lebih iri kepada teman yang sukses di bidang pekerjaan dan pendidikan tapi saya juga gerah dengan pertanyaan “kapan nikah?”. Berkat kedua serial TV tersebut saya berpikir bahwa saya ingin berkeluarga murni atas keinginan bersama (saya dan pasangan saya), bukan karena tekanan sosial, bukan karena sunnah nabi, bukan karena masalah jam biologis, bukan karena pahala atau halal atau haram, bukan karena agar ada yang menurus saya, atau apa pun, tapi murni karena kami memang ingin hidup bersama sampai Tuhan memisahkan.

Persetan kata mereka yang bilang kalau tidak perlu mapan untuk menikah. Saya tidak mau anak saya merasa kurang bahagia dan kebutuhannya tidak sepenuhnya terpenuhi. Saya mau yang terbaik untuk keluarga saya. Persetan pula yang bilang kalau kita masih bisa menikmati masa muda meski sudah menikah. Saya ingin membahagiakan diri saya sendiri sebelum saya membahagiakan orang lain.

Belum lagi pertarungan antara “Ibu yang bekerja” dan “Ibu rumah tangga”. Bullshit-nya tidak habis-habis. Sejujurnya saya pribadi belum bisa memutuskan akan jadi ibu yang mana, yang bekerja atau yang di rumah, semua tergantung keadaan kan? Yang pasti saya tetap wajib punya penghasilan sendiri. Saya tidak tahu seperti apa rencana Tuhan, saya tidak tahu sampai kapan pasangan saya bisa menafkahi saya dan keluarga saya. Saya hanya ingin yang terbaik untuk keluarga saya dan saya tahu kalau cinta tidak bisa membiayai semuanya.


dan nikah model Game of Thrones ini adalah ide yang bagus,
mempelainya duduk di Iron Throne.
Lagi pula, mengapa semua harus terburu-buru? Mengapa kita harus menghakimi mereka yang memiliki prioritas berbeda dengan kita? Mengapa semuanya menjadi semacam balapan? Apa pengaruhnya ke hidup kalian?

0 komentar:

Posting Komentar