Setelah sekitar 23 tahun hidup, teman-teman sekolah
saya satu per satu mulai menikah, sebagian teman saya yang lain mulai kesal
ketika ditanya “kapan kawin?” oleh keluarganya, dan tidak jarang pula saya
melihat posting-an teman saya yang
sebegitu berharapnya untuk bisa menikah.
Bagi saya, menikah adalah suatu hal yang serius
karena menyangkut sisa hidup saya hingga saya wafat nanti. Banyak akun-akun
yang konon katanya merupakan akun resmi di jejaring-jejaring sosial yang
menurut saya begitu sibuk mengampanyekan “ayo kawin muda!” mulai dari
menggembargemborkan sisi biologis (dalam hal ini pasti perempuan yang salah
karena “jam biologis”), sosial, bahkan agama.
Awalnya saya kurang peduli karena saya merasa
pendidikan dan pekerjaan yang lebih penting dari sekedar membangun keluarga,
saya merasa banyak hal yang harus saya raih sebelum saya harus berbagi
kehidupan dengan orang lain, namun akibat menonton dua buah serial TV yang saya
sukai ceritanya, saya mulai memikirkan bagaimana kalau saya menikah nanti.
Penyebab utama orang menikah, menurut saya, bukan
karena cinta tapi lebih karena tekana sosial yang diterima. Pasti capek lah
kalau setiap bertemu anggota keluarga dan mereka tahu kalau kita belum nikah
lalu terlontar lah pertanyaan “kapan nikah?”, belum lagi melihat satu per satu
teman yang berkeluarga. Sejujurnya saya lebih iri kepada teman yang sukses di bidang
pekerjaan dan pendidikan tapi saya juga gerah dengan pertanyaan “kapan nikah?”.
Berkat kedua serial TV tersebut saya berpikir bahwa saya ingin berkeluarga
murni atas keinginan bersama (saya dan pasangan saya), bukan karena tekanan
sosial, bukan karena sunnah nabi,
bukan karena masalah jam biologis, bukan karena pahala atau halal atau haram, bukan
karena agar ada yang menurus saya, atau apa pun, tapi murni karena kami memang ingin
hidup bersama sampai Tuhan memisahkan.
Persetan kata mereka yang bilang kalau tidak perlu
mapan untuk menikah. Saya tidak mau anak saya merasa kurang bahagia dan
kebutuhannya tidak sepenuhnya terpenuhi. Saya mau yang terbaik untuk keluarga
saya. Persetan pula yang bilang kalau kita masih bisa menikmati masa muda meski
sudah menikah. Saya ingin membahagiakan diri saya sendiri sebelum saya
membahagiakan orang lain.
Belum lagi pertarungan antara “Ibu yang bekerja” dan
“Ibu rumah tangga”. Bullshit-nya
tidak habis-habis. Sejujurnya saya pribadi belum bisa memutuskan akan jadi ibu
yang mana, yang bekerja atau yang di rumah, semua tergantung keadaan kan? Yang pasti
saya tetap wajib punya penghasilan sendiri. Saya tidak tahu seperti apa rencana
Tuhan, saya tidak tahu sampai kapan pasangan saya bisa menafkahi saya dan
keluarga saya. Saya hanya ingin yang terbaik untuk keluarga saya dan saya tahu
kalau cinta tidak bisa membiayai semuanya.
![]() |
dan nikah model Game of Thrones ini adalah ide yang bagus, mempelainya duduk di Iron Throne. |
Lagi pula, mengapa semua harus terburu-buru? Mengapa
kita harus menghakimi mereka yang memiliki prioritas berbeda dengan kita? Mengapa
semuanya menjadi semacam balapan? Apa pengaruhnya ke hidup kalian?