Senin, 29 September 2014

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

I'm Screwed

Dari kecil selalu diajarin buat selalu bisa mandiri, tidak bergantung dengan orang lain, dan kebahagiaan itu muncul karena diri sendiri, bukan orang lain. Beberapa tahun terakhir saya hidup bak di neraka. Begitu banyak masalah dan begitu banyak rasa sakit yang saya terima. Perlahan saya menerima neraka itu dan mulai “berteman” d
engan api yang membakar tubuh saya. Saya merasa tak ada akhirnya, saya pun selalu berdoa dan berusaha menerima setiap rasa sakit yang datang. Kehilangan seseorang yang saya pikir dia adalah penyelamat hidup saya, menikmati setiap fantasi dan membayangkan pintu surga di dalam neraka.
Siksaan baik secara fisik mau pun psikis perlahan melatih saya untuk bisa lebih “bersahabat” dengan keadaan. Ya, setiap langkah, setiap nafas, setiap getaran suara, dan setiap hembusan angin, saya bersyukur bahwa saya bisa menikmati itu semua. Kebahagiaan dimulai dari diri sendiri bukan? Saya menikmati setiap tugas yang banyak walau kadang saya merasa bosan menatap layar, saya menikmati setiap suara di sekitar saya terutama setiap musik yang saya dengarkan, saya menikmati setiap film atau serial TV dan setiap buku yang saya baca, saya menikmati setiap imajinasi yang sudah mempercerah hidup saya. Saya merasa bahagia. Neraka ini seakan telah menjadi rumah bagi jiwa saya. Lalu dia datang dalam hidup saya.
Ia sangat cerdas, tampan, mau bekerja keras, dan menyenangkan. Wawasan kami tidak sama tapi saya selalu ingin berbincang karena saya merasa ia bisa memperluas wawasan saya. Saya merasa bahagia dengan hidup saya dan saya merasa ingin bahagia bersama orang itu. Saya mensyukuri setiap detik atas kehadirannya dalam hidup saya, setiap senyum, setiap sapa, dan setiap ilmu
yang ia berikan. Ibarat sebuah rumah, rumah saya duah begitu indah dengan semua aspeknya, tamannya, pagarnya, atapnya, namun dia seakan menjadi cat yang membuat rumah saya lebih berwarna, cat yang mewarnai setiap ruangan yang nyaman menjadi terasa lebih ramai.
Maybe by Valentina Monetta
Entah apakah ia merasakan hal yang sama dengan saya atau tidak tapi saya tidak bisa membohongi diri sendiri karena saya benar-benar merasa lebih bahagia. Tidak menutup kemungkinan bahwa akan ada orang lain yang akan memberi saya kunci surga atau paling tidak bilang, “surga ada di sebelah sana". Saya tidak mau terlalu optimis dengan orang ini, hanya dengan mengenalnya saja saya sudah merasa beruntung. Kalaupun dia hanyalah akan menjadi sebuah angin penyejuk di dalam neraka, saya akan menikmati setiap hembusannya. Kalau dia yang akan menunjukkan saya di mana pintu surga itu, saya harap bahwa saya juga memegang kunci surga untuknya.

Selama ini, setiap saya menyukai seseorang, rasanya begitu menyiksa namun dengan dia saya merasa biasa saja bahkan bahagia. Tak terpikir bahwa saya harus memilikinya, saya hanya bisa bersyukur di setiap pertemuan atau walau hanya mendengar namanya. Saya harap, saya bisa selalu bersyukur kepada Tuhan atas dirinya. Mungkin ini yang disebut masuk neraka demi menemukan pintu surga karena saat ini neraka yang saya tempati perlahan berubah menjadi lebih terang, sejuk, dan menenangkan.